Kenapa Timeline Kita Masih Jadi Arena Hujatan? Jawabannya Bikin Geleng-Geleng!
Bagus - Thursday, 30 October 2025 | 03:00 PM


Ketikan cepat, emosi meledak, dan algoritma yang doyan drama. Di tengah lalu-lalang informasi yang makin padat, hujatan di media sosial justru makin ramai, seperti lampu merah yang tak pernah berganti hijau. Tiap hari ada saja yang jadi sasaran, dari selebritas sampai orang biasa yang salah ucap sedikit.
Fenomena ini muncul bukan hanya karena warganet makin vokal, tetapi juga karena ruang digital berubah jadi tempat pelampiasan cepat saat tekanan hidup menumpuk. Satu komentar pedas bisa memicu serangkaian balasan seperti korek yang menyala di rumput kering. “Kadang orang cuma mau didengar, meski caranya salah,” ujar seorang pengguna X yang mengaku sering melihat keributan tanpa henti.
Platform pun tak menolong. Algoritma cenderung mendorong konten penuh emosi karena lebih cepat menarik perhatian, membuat hujatan menyebar lebih lebar. Dampaknya terasa nyata—banyak kreator memilih rehat, sementara pengguna biasa merasa cemas memposting hal sederhana. “Takut diserang, jadi mending diam,” keluh seorang mahasiswa.
Di sisi lain, budaya saling menghakimi makin kuat. Sedikit kekeliruan langsung dibalas kerumunan, seolah semua orang punya palu hakim di tangan. Fenomena ini ikut menggerus ruang aman untuk berdiskusi, menggantinya dengan ajang adu cepat melempar kritik tajam.
Di balik layar ponsel, kita semua tetap manusia—lelah, sensitif, kadang salah. Mungkin sudah saatnya menahan jempol sejenak, memilih kata yang lebih ringan, dan mengingat bahwa tidak semua hal perlu dilawan dengan api. Sedikit empati bisa membuat timeline bernapas lebih lega.
Next News

Kecemasan Sosial di Era Komunikasi Virtual
7 days ago

Dampak Pendidikan Online pada Perkembangan Remaja: Antara Layar dan Realita yang Makin Jauh?
7 days ago

Pendidikan Seks di Indonesia: Antara Ada dan Tiada
7 days ago

Mental Health: Bukan Mitos, Bukan Kurang Iman!
7 days ago

Generasi Z: Penjaga Tradisi di Era Digital?
7 days ago

Deru Mesin, Derasnya Hujan: Kisah Pak Budi, Pejuang Ojol yang Tak Kenal Menyerah di Bawah Langit Surabaya
7 days ago

Lawan Short Attention Span! Jauhi Medsos?
7 days ago

Ketika Scroll Jadi Diagnosis: Fenomena Self-Diagnose dari Media Sosial yang Ngeri-Ngeri Sedap
7 days ago

Kota Meluas, Hijau Menciut: Realita Pahit Generasi Kini
7 days ago

Terjebak Paradoks Digital: Koneksi Semu, Hati Hampa
7 days ago






