Mengapa Kita Sering Belanja Impulsif Karena Diskon?
Bagus - Wednesday, 12 November 2025 | 01:00 PM


Mari kita jujur, siapa di sini yang nggak pernah tergoda rayuan diskon? Atau paling tidak, pernah merasa gatal banget tangannya untuk ‘checkout’ keranjang belanja online padahal tadinya cuma niat lihat-lihat doang? Kalau kamu mengangguk-angguk setuju, selamat! Kamu bukan satu-satunya. Fenomena impulsive buying alias belanja impulsif dan budaya kalap karena promo sudah jadi semacam ‘penyakit menular’ yang menjangkiti hampir semua orang di era digital ini. Rasanya kok ya sulit banget menolak godaan angka merah di samping harga normal, atau embel-embel ‘diskon 50%!’ dan ‘gratis ongkir!’ yang bertebaran di mana-mana.
Kayak angin segar di tengah gurun, promo dan diskon ini memang kerap datang di saat yang tepat (atau justru tidak tepat, tergantung sudut pandang dompet). Entah itu saat tanggal tua dan butuh hiburan, atau pas gajian dan merasa berhak untuk sedikit ‘self-reward’. Tapi, apa sih sebenarnya yang bikin kita seolah nggak berdaya di hadapan magnet promo ini? Apakah memang kita yang lemah iman, atau strateginya yang emang jitu banget?
Ketika Niat Hati Cuma Lihat-lihat, Berujung pada 'Checkout Now'
Coba deh ingat-ingat, berapa kali kamu membuka aplikasi e-commerce tanpa niat belanja serius, hanya untuk ‘cuci mata’ atau membandingkan harga. Eh, ujung-ujungnya malah menemukan barang yang (merasa) kamu butuhkan, apalagi kalau lagi diskon gede-gedean. Otak kita seolah langsung menyala, menghitung-hitung berapa banyak uang yang bisa ‘dihemat’ kalau beli sekarang juga. Padahal, seringkali barang itu sebenarnya nggak masuk daftar prioritas belanja, bahkan mungkin nggak urgent sama sekali.
Inilah yang namanya impulsive buying. Pembelian yang dilakukan secara mendadak, tanpa perencanaan matang, dan seringkali dipicu oleh emosi sesaat atau rangsangan eksternal seperti diskon. Sensasi klik tombol ‘beli’ atau ‘checkout’ itu konon bisa memicu pelepasan dopamin di otak kita, hormon yang terkait dengan rasa senang dan penghargaan. Semacam mini-kemenangan kecil yang bikin kita ketagihan. Rasanya kayak nemu harta karun, padahal yang numpuk di rumah itu ya barang-barang yang akhirnya cuma jadi penghuni gudang.
Kekuatan Magis di Balik Angka Merah dan Kata 'Promo'
Kalau kata promo dan diskon itu punya kekuatan gaib, mungkin itu yang bikin dompet kita auto tipis di tanggal muda. Dari flash sale yang cuma hitungan jam, buy one get one free, hingga gratis ongkir tanpa minimal belanja, semua itu adalah ‘senjata’ ampuh para pebisnis untuk memancing kita. Mereka tahu persis titik lemah kita: keinginan untuk mendapatkan nilai lebih (value for money) atau ketakutan akan ketinggalan penawaran bagus (FOMO - Fear Of Missing Out).
Momen-momen belanja besar seperti Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) dengan tanggal cantik 9.9, 10.10, 11.11, dan 12.12 adalah bukti nyata betapa dahsyatnya efek promo. Hampir semua orang, dari anak muda sampai ibu-ibu, bahkan bapak-bapak, ikutan 'perang' diskon. Ponsel nggak lepas dari genggaman, refresh berkali-kali aplikasi belanja, demi mendapatkan barang impian dengan harga miring. Nggak jarang, niatnya cuma mau beli satu barang, tapi karena ada promo ‘beli 2 diskon lagi’, eh jadi borong banyak. Padahal, stok shampo di kamar mandi masih ada dua botol penuh.
Pemasar jago banget memanipulasi persepsi kita. Mereka membuat kita merasa bahwa dengan diskon itu, kita jadi "menghemat uang", padahal sejatinya kita mengeluarkan uang yang tadinya tidak ada dalam anggaran. Misalnya, harga asli barang Rp100.000, diskon 50% jadi Rp50.000. Kita merasa "menghemat" Rp50.000, padahal kita mengeluarkan Rp50.000 yang mungkin bisa dipakai untuk kebutuhan lain. Itulah triknya!
Mengapa Kita Mudah Terjebak? (Psikologi Dibalik Dompet yang Goyah)
Selain dopamin, ada beberapa faktor psikologis lain yang bikin kita gampang tergoda promo:
- Efek Kelangkaan dan Urgensi: Promo sering dibuat terbatas waktu atau stok. Ini memicu rasa panik dan membuat kita berpikir "kalau nggak beli sekarang, nanti nyesel!"
- Harga Referensi: Saat melihat harga yang dicoret dan harga diskon, otak kita otomatis membandingkan dengan harga normal yang lebih tinggi, menciptakan ilusi nilai yang lebih baik.
- Rasa Bosan atau Stres: Belanja seringkali menjadi pelarian atau mekanisme koping saat kita merasa bosan, kesepian, atau stres. Sensasi berbelanja bisa memberikan kepuasan instan.
- Pengaruh Sosial: Melihat teman atau influencer pamer barang diskonan, bisa jadi memicu keinginan yang sama. "Kalau mereka punya, aku juga harus punya dong!"
- Kemudahan Akses: Era e-commerce membuat belanja jadi sangat mudah. Tinggal geser layar, klik, bayar, dan barang diantar ke depan pintu. Nggak perlu effort ekstra.
Fenomena ini bukan cuma soal kebutuhan, tapi juga gaya hidup. Seolah-olah, ikut tren belanja promo itu bagian dari eksistensi sosial. Apalagi kalau berhasil dapat barang incaran dengan harga super miring, rasanya bangga banget, kan? Padahal, bisa jadi barang itu akhirnya cuma nongkrong manis di lemari, belum terpakai sampai berbulan-bulan.
Menyiasati Godaan Agar Dompet Tetap Sentosa
Terus, apakah kita harus anti-promo dan diskon? Tentu saja tidak! Promo dan diskon itu kan ibarat bumbu kehidupan belanja. Yang penting, kita harus cerdas dan punya strategi agar nggak sampai boncos dan nyesel di kemudian hari. Beberapa tips receh yang bisa dicoba:
- Bikin Daftar Belanja: Sebelum tergoda promo, tahu dulu apa yang benar-benar kamu butuhkan. Tempel di kulkas atau catat di notes HP. Kalau nggak ada di daftar, ya jangan beli.
- Tunda Checkout: Masukkan barang ke keranjang, tapi jangan langsung checkout. Beri waktu diri sendiri 24 jam untuk berpikir. Masih butuh nggak? Kalau besok pagi rasanya sudah nggak terlalu kepikiran, berarti memang nggak butuh-butuh amat.
- Pisahkan Kebutuhan vs. Keinginan: Ini fundamental banget. Belajar membedakan mana yang benar-benar esensial dan mana yang cuma sekadar ingin (dan bisa ditunda atau diabaikan).
- Unsubscribe Email Promo: Kalau terlalu sering dapat notifikasi promo bikin kamu gampang khilaf, coba deh berhenti langganan email atau notifikasi dari beberapa toko online.
- Tetapkan Anggaran Belanja: Alokasikan dana khusus untuk belanja non-kebutuhan pokok. Kalau sudah habis, ya sudah, jangan nambah lagi. Disiplin itu kunci!
Pada akhirnya, belanja impulsif dan karena promo ini adalah tantangan pribadi yang perlu disikapi dengan bijak. Menikmati diskon itu sah-sah saja, bahkan bisa jadi penyelamat di beberapa kesempatan. Tapi jangan sampai kenikmatan sesaat itu malah bikin kita pusing tujuh keliling di akhir bulan. Belanja boleh, promo boleh, asal jangan sampai kita yang dipermainkan oleh promo tersebut, ya!
Jadi, siapa yang salah? Kita yang gampang tergoda, atau diskonnya yang terlalu menggoda? Mungkin keduanya saling melengkapi, seperti magnet dan besi. Yang jelas, kendali ada di tangan kita. Selamat berbelanja (secara bijak)!
Next News

Jebakan Manis Gajian: Antara Check Out & Kantong Bolong
in 7 hours

Masa Depan Keuangan Gen Z: Jangan Sampai Nyesel!
3 days ago

Mata Melek, Layar Gadget Menanti: Ini Alasannya!
3 days ago

Dompet Aman, Hati Nyaman: Jurus Akhir Bulan
6 days ago

Kunci Ekonomi Nendang: Pertemuan Prabowo-Bahlil
8 days ago

Kejutan Toyota! Mobil Listrik Lokal Kini Lebih Ramah Kantong.
9 days ago

Investasi? Ah, Ribet! Atau Justru Kunci Biar Nggak Melarat di Masa Depan?
9 days ago

Bitcoin: Bukan Cuma Uang Digital, Ini Ceritanya!
10 days ago

Ketika Turis China 'Nyelametin' Dompet Indonesia: Pahlawan Ekonomi Anti Defisit!
10 days ago

Bitcoin Turun Tajam: Dari Cuannya ke Kisaran US$ 86.000
10 days ago






