Ceritra
Ceritra Update

Benang Merah RI-MY: Tuanku Tambusai, Simbol Perekat

Tantra - Tuesday, 11 November 2025 | 01:00 PM

Background
Benang Merah RI-MY: Tuanku Tambusai, Simbol Perekat

Tuanku Tambusai: Pahlawan Dua Negara yang Jadi Jembatan Persahabatan Indonesia-Malaysia (Bukan Cuma Kata Duta Besar, Ini Beneran)

Kalau ngomongin hubungan Indonesia sama Malaysia, kadang suka ada aja drama atau cekcoknya, ya kan? Dari klaim budaya sampai urusan TKI, rasanya kok nggak pernah sepi dari berita-berita yang bikin naik darah atau senyum kecut. Tapi, jangan salah sangka dulu, guys. Di balik itu semua, ada benang merah persaudaraan yang tebal banget, bahkan sudah terjalin jauh sebelum kita kenal negara modern seperti sekarang. Salah satu bukti paling autentik dan bikin merinding? Kisah seorang pahlawan nasional Indonesia yang ternyata dimakamkan dan punya 'cabang' keturunan yang hidup makmur di Malaysia. Iya, ini bukan dongeng pengantar tidur, tapi fakta sejarah yang baru-baru ini disuarakan lagi oleh Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Bapak Hermono. Beliau menyebut sosok itu sebagai "benih persahabatan" dan "pahlawan dua negara". Siapa sih dia? Mari kita kenalan lebih dekat dengan Tuanku Tambusai, sang pejuang dari Riau yang kini jadi simbol perekat dua negara serumpun.

Mengenal Tuanku Tambusai: Dari Ranah Minang ke Medan Juang

Jauh sebelum ponsel pintar dan media sosial merajalela, hiduplah seorang pejuang tangguh bernama Tuanku Tambusai. Beliau lahir di Rokan Hulu, Riau (yang dulunya bagian dari wilayah Minangkabau), sekitar tahun 1784. Jangan bayangkan hidupnya damai sejahtera, ya. Era itu adalah era penjajahan Belanda yang cengkeramannya makin kuat di Nusantara. Tuanku Tambusai ini bukan tipe yang bisa diam melihat bangsanya tertindas. Beliau adalah salah satu pemimpin dalam Perang Paderi, sebuah konflik yang awalnya adalah perang saudara di kalangan Minangkabau tapi kemudian bermetamorfosis jadi perlawanan sengit melawan Belanda.

Bayangkan saja, semangat juangnya itu nggak kaleng-kaleng. Beliau memimpin pasukannya bertahun-tahun, bergerilya dari satu benteng ke benteng lain, bikin pusing kepala tentara Kompeni. Benteng Dalu-dalu di Rokan Hulu, misalnya, itu jadi saksi bisu kegigihan beliau. Belanda sampai harus mengerahkan kekuatan besar-besaran buat menaklukkannya. Tuanku Tambusai ini sosok yang visioner dan punya karisma, mampu menyatukan berbagai elemen masyarakat untuk berjuang demi kemerdekaan. Singkat kata, beliau itu legenda, jenderal perang sejati yang bikin Belanda gentar. Perjuangannya mengukir sejarah panjang perlawanan di Sumatera bagian tengah.

Tapi, takdir memang kadang punya jalannya sendiri. Setelah perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan, dengan tekanan Belanda yang semakin masif, Tuanku Tambusai akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Tanah Air pada tahun 1838. Ini bukan menyerah, apalagi melarikan diri dari tanggung jawab, tapi sebuah strategi dan pilihan sulit untuk melanjutkan hidup dan mungkin menyusun kekuatan baru. Beliau menyeberang lautan, mencari perlindungan di negeri seberang, yaitu Negeri Sembilan, Malaysia. Negeri Sembilan ini bukan sembarang tempat, lho. Ada ikatan sejarah, budaya, dan kekerabatan yang kuat dengan Minangkabau di Sumatera, termasuk sistem adat 'Adat Perpatih' yang dianut oleh banyak penduduknya. Jadi, mungkin beliau merasa seperti pulang kampung, walau dalam situasi yang sangat genting dan berbeda.

Di sanalah, sang pahlawan ini menghabiskan sisa hidupnya. Beliau bukan cuma sekadar 'pendatang', tapi juga membawa semangat dan warisan budaya yang kaya. Hingga akhir hayatnya, Tuanku Tambusai dimakamkan di sana, tepatnya di Kampung Rasah, Seremban, Negeri Sembilan. Sebuah akhir perjalanan yang mungkin pahit di satu sisi, karena jauh dari tanah kelahiran, tapi menjadi awal dari sebuah ikatan baru yang tak terduga dan sangat berharga di sisi lain.

Yang bikin kisah ini makin seru dan relevan sampai sekarang adalah fakta bahwa keturunan Tuanku Tambusai masih banyak yang hidup dan tinggal di Malaysia. Bayangkan, guys! Generasi demi generasi, darah daging sang pahlawan ini terus mengalir di tanah Negeri Sembilan. Ini bukan cuma soal sejarah yang tercatat di buku-buku tebal, tapi tentang manusia-manusia nyata yang punya akar kuat di dua negara. Mereka adalah jembatan hidup, bukti fisik dari persaudaraan yang melintasi batas geografis dan administrasi negara.

Kisah Tuanku Tambusai ini benar-benar bikin kita sadar bahwa batasan negara modern itu kadang terlalu sempit untuk menjelaskan kompleksitas hubungan kita. Orang-orang di sana, keturunan Tuanku Tambusai, mungkin tumbuh dengan cerita-cerita tentang leluhur mereka yang berjuang di seberang lautan, di tanah yang kini kita sebut Indonesia. Dan kita di sini, seringkali lupa bahwa ada bagian dari sejarah kita yang 'merantau' dan membentuk keluarga baru di Malaysia. Sebuah narasi yang membuat hubungan kita terasa lebih personal dan dekat.

Hermono: Tuanku Tambusai, Pahlawan Dua Negara, Benih Persahabatan Abadi

Melihat potensi luar biasa dari kisah ini, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Bapak Hermono, nggak mau menyia-nyiakannya. Dalam sebuah seminar dan bedah buku tentang Tuanku Tambusai, beliau dengan lantang menyatakan bahwa pahlawan kita ini adalah "benih persahabatan" dan "pahlawan dua negara". Ini bukan sekadar retorika diplomatik atau bualan politikus belaka, lho. Ada makna mendalam di baliknya, sebuah visi untuk memperkuat ikatan yang sudah ada.

Menurut Pak Dubes, mengenang dan menyebarkan kisah Tuanku Tambusai itu penting banget buat mempererat hubungan antar-masyarakat di kedua belah pihak. Bayangkan, kalau masyarakat kedua negara sama-sama memahami dan menghargai sosok ini, rasa persaudaraan pasti makin kuat. Bukan cuma di level pemerintahan yang seringkali formal, tapi juga di hati rakyatnya langsung. Kita jadi punya 'orang tua' bersama, yang kisahnya bisa jadi perekat saat ada isu-isu sensitif muncul, atau setidaknya pengingat bahwa kita punya lebih banyak kesamaan daripada perbedaan.

Beliau menekankan bahwa warisan Tuanku Tambusai itu melambangkan ikatan sejarah, budaya, dan kekeluargaan yang nggak bisa dipisahkan antara Indonesia dan Malaysia. Itu loh, yang sering kita sebut serumpun. Artinya, kita punya lebih banyak kesamaan dan koneksi dibandingkan perbedaan yang kadang bikin gaduh atau salah paham. Pesan ini patut diacungi jempol, karena fokusnya adalah pada persamaan dan potensi kolaborasi, bukan persaingan atau konflik yang kerap kali mencuat di permukaan. Ini adalah cara cerdas melihat masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Kisah Tuanku Tambusai ini bikin kita mikir ulang soal identitas nasional. Apakah seorang pahlawan hanya milik satu negara saja? Atau justru, perjuangan dan warisan mereka bisa melampaui batas-batas administratif yang kita buat? Dalam kasus Tuanku Tambusai, jelas sekali bahwa beliau adalah milik bersama. Beliau berjuang untuk bangsanya, dan kemudian menemukan rumah baru yang juga mengakui dan menghormati keberadaannya, bahkan menjadi tempat pemakaman terakhirnya.

Ini jadi pengingat penting bagi kita semua, terutama di era globalisasi kayak sekarang. Bahwa banyak sekali narasi sejarah, budaya, dan kekeluargaan yang saling bersinggungan antara Indonesia dan Malaysia. Kita itu seperti dua saudara kandung yang punya sejarah panjang, kadang akur, kadang berantem kecil, tapi pada akhirnya nggak bisa dipisahkan satu sama lain. Tuanku Tambusai ini ibarat album foto keluarga lama yang kalau dibuka, isinya ternyata banyak wajah-wajah yang familiar di kedua sisi, baik di Indonesia maupun Malaysia.

Makanya, inisiatif seperti seminar dan bedah buku tentang Tuanku Tambusai itu sangat relevan dan perlu diperbanyak. Bukan cuma biar kita tahu sejarah secara kaku, tapi juga biar kita bisa 'merasakan' sejarah itu. Dengan gaya narasi yang ringan dan mudah dicerna, kisah-kisah seperti ini bisa lebih dekat ke hati anak muda. Biar nggak cuma tahu dari buku pelajaran yang kadang kaku, tapi juga bisa melihat sisi humanis dan petualangan dari pahlawan-pahlawan kita yang punya kisah hidup luar biasa.

Menyebarkan kisah 'pahlawan dua negara' ini adalah investasi jangka panjang untuk persahabatan Indonesia-Malaysia. Ini bukan cuma bicara soal diplomatik antar-pemerintah yang penuh formalitas, tapi juga membangun koneksi emosional antar-masyarakat. Ibarat menanam pohon persahabatan, kisah Tuanku Tambusai ini adalah pupuknya yang bikin akarnya makin kuat dan rindang, tahan terhadap terpaan angin badai sekalipun.

Jadi, guys, lain kali kalau denger atau lihat ada 'drama' antara Indonesia dan Malaysia, ingatlah kisah Tuanku Tambusai. Ingatlah bahwa jauh di lubuk sejarah, ada seorang pahlawan yang perjuangannya melintasi samudra, meninggalkan jejak keturunan, dan kini menjadi simbol kuat persaudaraan. Ini adalah bukti nyata bahwa persahabatan sejati itu nggak kenal batas negara, apalagi kalau sudah punya akar sejarah dan kekerabatan yang kuat. Semoga kisah Tuanku Tambusai terus dikenang, diceritakan, dan jadi inspirasi buat kita semua untuk terus menjaga dan mempererat ikatan Indonesia-Malaysia, ya!

Logo Radio
🔴 Radio Live