Resmi! Luca Zidane Bela Aljazair, Bukan Prancis.
Nuryadi - Tuesday, 18 November 2025 | 01:25 PM


Ketika Nama Zidane Berbendera Aljazair: Kisah Luca yang Memilih Jalan SendiriKetika Nama Zidane Berbendera Aljazair: Kisah Luca yang Memilih Jalan Sendiri
Dunia sepak bola, khususnya di kancah internasional, memang selalu punya cerita yang bikin geleng-geleng kepala sekaligus mengangkat alis. Ada yang pindah klub demi gaji yang lebih gede, ada yang pindah liga demi tantangan baru, tapi ada juga yang pindah negara demi... panggilan darah? Nah, yang terakhir ini, kayaknya pas banget buat mengilustrasikan berita paling anyar yang sukses bikin jagat maya sedikit gaduh: Luca Zidane, putra kedua dari legenda hidup Zinedine Zidane, dilaporkan resmi memilih membela tim nasional Aljazair!
Bayangkan saja, nama Zidane, yang selama ini identik dengan keanggunan ala Prancis di lapangan hijau, sekarang akan terpampang di jersey kebanggaan tim berjuluk Les Fennecs. Kalau kata anak muda sekarang, ini sih "plot twist" yang nggak kaleng-kaleng! Bukan Zizou yang balik lagi main, bukan Enzo yang juga sering dikira bakal nyusul bapaknya ke timnas Prancis, tapi justru Luca, si kiper dengan nama besar yang selama ini "hidup" di bawah bayang-bayang seorang maestro.
Bayang-Bayang Sang Ayah dan Beban Sebuah Nama
Mari kita akui, punya nama belakang Zidane itu adalah anugerah sekaligus kutukan. Anugerah karena pintu-pintu kemudahan di dunia sepak bola akan sedikit terbuka, tapi kutukan karena ekspektasi yang menempel itu lho, setinggi Monas! Zinedine Zidane bukan cuma pemain bola biasa; dia adalah ikon, seorang jenderal lapangan tengah yang magis, peraih Piala Dunia dan Liga Champions, dan pelatih yang punya sentuhan emas. Mau anak-anaknya main di posisi apapun, orang pasti akan membandingkan, "Ah, nggak sekeren bapaknya." Ini adalah PR berat yang harus dihadapi keempat putranya, termasuk Luca.
Luca sendiri memilih jalur yang agak berbeda dari sang ayah. Bukan gelandang serang dengan nomor 10 di punggung, melainkan seorang penjaga gawang. Posisi yang seringkali diibaratkan sebagai "orang terakhir" atau "pahlawan dalam kesendirian". Mungkin ini caranya untuk mendefinisikan diri, untuk tidak serta-merta diidentikkan dengan kejeniusan menyerang Zizou. Perjalanan kariernya pun bisa dibilang jauh dari kilau sorot lampu. Setelah menimba ilmu di akademi Real Madrid dan sempat memperkuat tim senior (meski tidak banyak), ia kemudian berkelana ke beberapa klub Spanyol seperti Racing Santander, Rayo Vallecano, hingga Eibar. Bukan klub-klub papan atas yang bertarung memperebutkan gelar La Liga, melainkan tim-tim pekerja keras yang berjuang di papan tengah atau bawah. Ini menunjukkan bahwa Luca memang harus berjuang keras dengan kemampuannya sendiri, terlepas dari label "anak Zidane" yang melekat padanya.
Kenapa Aljazair? Panggilan Darah atau Pintu Kesempatan?
Nah, ini nih yang jadi pertanyaan utama. Selama ini, Luca pernah membela tim nasional Prancis di berbagai level junior, mulai dari U-16 hingga U-20. Bahkan, ia sempat jadi bagian dari skuat Prancis U-17 yang menjuarai Euro U-17 pada tahun 2015. Dengan rekam jejak itu, banyak yang memprediksi ia akan mengikuti jejak sang ayah di level senior, setidaknya dipanggil untuk ujicoba atau duduk di bangku cadangan.
Tapi kemudian, kabar mengejutkan itu datang. Luca Zidane memilih untuk membela Aljazair. Secara aturan FIFA, seorang pemain bisa mengubah asosiasi nasional yang diwakilinya jika ia belum bermain di pertandingan kompetitif senior untuk negara pertamanya, dan ia memiliki kewarganegaraan lain yang memenuhi syarat. Dalam kasus Luca, ia memang belum pernah membela timnas senior Prancis. Dan darah Aljazair mengalir kental di tubuhnya, berkat kakek dan neneknya (ayah dan ibu Zinedine Zidane) yang merupakan imigran keturunan Kabyle dari Aljazair ke Prancis. Jadi, secara genealogi, koneksinya sangat kuat. Ini bukan sekadar mencari celah, tapi memang ada ikatan historis dan darah yang tidak bisa dipungkiri.
Keputusan ini mungkin bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, ini adalah panggilan hati. Panggilan dari tanah leluhur yang secara emosional kuat. Banyak pemain keturunan Afrika yang lahir dan besar di Eropa memilih untuk membela negara asal orang tua atau kakek-neneknya, entah itu Maroko, Senegal, atau Aljazair. Sebut saja Hakim Ziyech, Achraf Hakimi, atau bahkan Riyad Mahrez, yang memilih Maroko dan Aljazair ketimbang Belanda, Spanyol, atau Prancis. Mereka merasakan ikatan yang lebih mendalam, sebuah kebanggaan yang berbeda ketika mengenakan jersey yang merepresentasikan akar budaya mereka.
Sisi kedua, tentu saja, adalah kesempatan. Dengan deretan kiper kelas wahid di Prancis seperti Mike Maignan atau Alphonse Areola, peluang Luca untuk menembus skuad Les Bleus bisa dibilang sangat tipis, bahkan nyaris mustahil. Sementara di Aljazair, ia berpotensi mendapatkan menit bermain yang lebih banyak, bahkan menjadi kiper utama. Ini adalah keputusan pragmatis yang cerdas, sebuah langkah untuk mengembangkan karier internasionalnya. Tapi rasanya, lebih dari sekadar pragmatisme, ada sentuhan romansa di sana. Sebuah ironi manis, melihat nama Zidane akhirnya memperkuat tim yang secara historis memiliki hubungan kompleks dengan Prancis.
Apa Artinya Ini bagi Aljazair dan Keluarga Zidane?
Bagi Aljazair, kehadiran Luca Zidane jelas menjadi suntikan moral dan juga daya tarik. Nama Zidane saja sudah cukup untuk menarik perhatian media internasional dan penggemar sepak bola di seluruh dunia. Terlepas dari kemampuan Luca sebagai kiper yang mumpuni, faktor nama ini tak bisa diremehkan. Ini adalah strategi marketing dan kebanggaan nasional yang luar biasa. Para penggemar Les Fennecs pasti akan menyambutnya dengan tangan terbuka, berharap ia bisa membawa keberuntungan dan spirit juara yang melekat pada nama keluarganya.
Bagi keluarga Zidane sendiri, ini mungkin menjadi sebuah babak baru dalam saga mereka. Zinedine Zidane dikenal sangat menjunjung tinggi asal usulnya, kerap berbicara tentang identitas Kabyle-nya. Keputusan Luca ini bisa jadi merupakan manifestasi dari warisan budaya yang diwariskan oleh sang ayah. Ini adalah cara Luca untuk menghormati leluhurnya sekaligus menciptakan identitas sepak bolanya sendiri, yang terlepas dari bayang-bayang kebesaran Zizou di timnas Prancis.
Tentu saja, tekanan akan selalu ada. Setiap penyelamatan, setiap gol yang masuk ke gawangnya, akan selalu dikaitkan dengan nama belakangnya. Tapi dengan pengalaman yang sudah ia miliki di level klub, dan keberanian untuk mengambil keputusan sebesar ini, Luca sepertinya siap menghadapi tantangan tersebut. Dia bukan lagi anak kecil yang mencoba meniru tendangan bebas sang ayah. Dia adalah seorang profesional yang memilih jalannya sendiri, kiper yang siap menjaga gawang Les Fennecs dengan nama Zidane di punggungnya.
Sebuah Harapan untuk Babak Baru
Kita tahu, sepak bola itu lebih dari sekadar olahraga. Ia adalah cerminan identitas, kebanggaan, dan kadang, sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Keputusan Luca Zidane untuk membela Aljazair adalah salah satu kisah menarik yang menambah warna dalam mosaik sepak bola modern. Ini adalah bukti bahwa identitas dalam olahraga bisa menjadi sangat cair, dan panggilan hati bisa lebih kuat dari sekadar paspor negara tempat kita lahir.
Mari kita tunggu kiprah Luca bersama Aljazair. Apakah ia akan menjadi tembok kokoh di bawah mistar gawang? Apakah ia akan berhasil mengukir sejarahnya sendiri, terlepas dari bayang-bayang nama besar yang tak terhindarkan? Hanya waktu yang bisa menjawab. Tapi satu hal yang pasti, dengan keputusannya ini, Luca Zidane telah membuka lembaran baru, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk narasi keluarga Zidane yang kini memiliki bendera lain untuk dibela. Selamat datang di Aljazair, Luca! Semoga sukses!
Sumber Foto: [Dok. IG Luca Zidane]
Next News

Lima Negara Eropa Tambah Daftar, Total 39 Tim Pastikan Tiket ke Piala Dunia 2026
in 33 minutes

Kobbie Mainoo bertahan atau hengkang?
2 days ago

Persebaya Pincang Jelang Derbi: Rivera dan Leo Lelis Absen Lawan Arema di GBT
3 days ago

Garuda Muda Gagal Tembus Pertahanan Mali: Timnas U-22 Digempur 0-3 di Bogor
4 days ago

Norwegia Guncang San Siro, Hajar Italia 4-1 dan Akhiri Penantian 28 Tahun ke Piala Dunia
2 days ago

Portugal Pesta Gol 9-1 ke Armenia, Duel Hattrick Membawa Tiket ke Piala Dunia
2 days ago

Bezzecchi Tutup Musim dengan Gemilang: Juara MotoGP Valencia 2025
2 days ago






