Ceritra
Ceritra Update

'No Kings!'Ketika Jutaan Warga AS Turun ke Jalan, Menolak 'Raja' dan Menggugat Status Quo: Cerita dari Demo 'No Kings!'

Nia - Monday, 20 October 2025 | 03:00 PM

Background
'No Kings!'Ketika Jutaan Warga AS Turun ke Jalan, Menolak 'Raja' dan Menggugat Status Quo: Cerita dari Demo 'No Kings!'

Pada Sabtu, 18 Oktober 2025, Amerika Serikat (AS) dilanda demonstrasi besar-besaran yang diselenggarakan di seluruh 50 negara bagian. Aksi protes ini diberi nama "No Kings" (Bukan Raja), yang secara eksplisit ditujukan sebagai pelampiasan kemarahan publik atas kebijakan dan taktik Presiden AS Donald Trump yang dianggap otoriter. Massa demonstran meneriakkan slogan-slogan seperti "Hei hei ho ho, Donald Trump harus pergi!" dan menyerukan perlindungan terhadap demokrasi, serta menuntut pembubaran badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) yang dianggap menjadi alat utama tindakan keras anti-imigran oleh pemerintahan Trump.


Dalam kerumunan massa yang berdemo dari New York hingga Los Angeles, terdapat fenomena unik dan menarik perhatian. Di antara bendera Amerika yang dibawa, terlihat setidaknya satu bendera yang merujuk pada anime bajak laut populer, "One Piece". Bendera dengan logo tengkorak khas serial ini (Jolly Roger) diyakini digunakan sebagai simbol protes anti-pemerintah. Penggunaan simbol dari budaya populer seperti One Piece ini menunjukkan bagaimana kritik politik global kini turut melibatkan referensi modern yang mudah dikenali, melanjutkan tren yang sebelumnya juga terlihat dalam aksi protes di negara lain seperti Peru dan Madagaskar.

Meskipun penyelenggara mengklaim bahwa sekitar tujuh juta orang menghadiri protes tersebut, angka verifikasi independen menunjukkan jumlah yang bervariasi. Otoritas di New York memperkirakan lebih dari 100.000 orang berkumpul, sementara di Washington D.C., kerumunan diperkirakan mencapai 8.000 hingga 10.000 orang. Selain menyerukan "No Kings," spanduk-spanduk lain yang dikibarkan menyerukan masyarakat untuk "melindungi demokrasi" dan mengecam taktik keras yang mereka sebut sebagai "kekejaman rezim" serta "otoritarianisme" yang dilakukan oleh miliarder Republik tersebut, termasuk serangan terhadap media dan lawan politik.

Presiden Trump merespons aksi protes tersebut melalui tim komunikasinya dengan mengunggah video yang dihasilkan AI di platform X, yang menampilkan dirinya mengenakan pakaian kerajaan dan mahkota. Namun, Trump sendiri membantah klaim tersebut, menyatakan di Fox News bahwa ia "bukanlah raja." Di sisi lain, para pendukungnya, seperti Ketua DPR Mike Johnson, mengecam keras demonstrasi tersebut, menyebutnya sebagai "unjuk rasa Kebencian Amerika" yang disatukan oleh berbagai kelompok radikal. Para pengunjuk rasa menanggapi balik tuduhan tersebut dengan ejekan, menegaskan bahwa aksi mereka adalah ekspresi dari demokrasi yang sehat.

Logo Radio
🔴 Radio Live