Ketika Dompet Merana, Jiwa pun Gelisah: Kecemasan Finansial Generasi Muda di Tengah Biaya Hidup yang Kian "Gila"
Bagus - Wednesday, 12 November 2025 | 03:00 PM


Halo, kawan-kawan seperjuangan di era serba bisa tapi juga serba bikin pusing! Mari kita ngobrol santai tapi serius tentang sebuah momok yang sering bikin kita nggak bisa tidur nyenyak, atau minimal, bikin mikir keras di sela-sela kerjaan: kecemasan finansial. Apalagi, ini bukan cuma soal tanggal tua versus tanggal muda, tapi sudah jadi drama harian yang makin rumit lantaran biaya hidup yang... ya, kita semua tahu lah, semakin "gila-gilaan" naiknya. Rasanya, baru kemarin gaji masuk rekening, eh, besoknya sudah tinggal angka cantik di sana. Siapa yang relate, coba acungkan tangan?
Biaya Hidup yang "Ngeri-ngeri Sedap" dan Bikin Dompet Menangis
Dulu, mungkin orang tua kita sering bercerita, "Dulu mah gaji segini sudah cukup banget buat hidup, bahkan bisa nabung dan beli rumah." Oke, kita nggak mau jadi generasi yang selalu membandingkan diri dengan masa lalu, tapi memang realitasnya beda jauh, kan? Sekarang ini, buat sekadar bertahan hidup di kota besar saja sudah butuh "effort" tingkat dewa. Coba kita breakdown sedikit, ya. Harga sewa kosan atau kontrakan yang tiap tahun naik seolah ikut kompetisi. Makanan sehari-hari, dari nasi Padang sampai kopi susu kekinian yang jadi kebutuhan primer buat sebagian orang, harganya nggak main-main. Belum lagi transportasi, entah itu bensin, tol, atau ongkos ojek online yang sering kena surge pricing. Dan jangan lupakan tagihan internet, pulsa, subscription layanan streaming yang (katanya) hiburan murah meriah tapi kalau diakumulasi juga lumayan bikin dompet menipis. Semua itu, kalau ditotal, rasanya seringkali bikin kita geleng-geleng kepala. Kita bukan lagi di zaman cuma mikirin makan tiga kali sehari. Gaya hidup anak muda sekarang juga punya ekspektasi tersendiri. Jalan-jalan tipis-tipis biar nggak stres, beli buku atau ikut workshop buat upgrade skill, atau sekadar nongkrong sama teman. Itu semua bukan kemewahan, tapi sudah jadi bagian dari "self-care" atau investasi diri, lho. Tapi ya itu, kalau biaya hidup dasarnya saja sudah bikin megap-megap, gimana mau mikirin yang lain?
Gaji UMR, Impian Selangit, dan Jebakan Gaya Hidup Medsos
Nah, ini nih inti permasalahannya. Banyak dari kita, apalagi yang baru lulus kuliah atau masih di awal karier, seringkali berhadapan dengan gaji yang... ya, kita tahu lah, rata-rata UMR atau sedikit di atas itu. Nggak salah memang, itu batas minimal. Tapi kalau dibandingkan dengan rentetan biaya hidup yang sudah kita bahas tadi, rasanya kok ya nggak nyambung. Di satu sisi, ada tuntutan untuk produktif, terus belajar, dan mengejar karier cemerlang. Di sisi lain, ada juga tekanan nggak langsung dari media sosial. Setiap hari kita disuguhi feed teman-teman yang liburan ke luar negeri, update gadget terbaru, atau makan di restoran hits. Tanpa sadar, ini bisa memicu FOMO (Fear of Missing Out) alias takut ketinggalan. Akhirnya, kita merasa "harus" mengikuti, biar nggak dibilang kuper atau nggak update. Alhasil, pengeluaran jadi ikut membengkak untuk hal-hal yang sebenarnya bukan prioritas utama. Padahal, mungkin teman-teman kita itu juga lagi "puting-putar otak" untuk bisa terlihat begitu. Siapa tahu? Ini menciptakan dilema. Mau hidup hemat sampai kayak pertapa biar bisa nabung, tapi takut kehilangan momen berharga di usia muda. Mau ikut arus, eh, saldo rekening langsung ambyar dan bikin kecemasan finansial makin menjadi-jadi. Kayak makan buah simalakama, deh.
Kecemasan yang Menjalar ke Mana-Mana
Efek dari ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran ini bukan cuma soal "duit nggak ada". Lebih dari itu, kecemasan finansial ini menjalar ke berbagai aspek kehidupan kita. Pertama, tentu saja, kesehatan mental. Stres, sulit tidur, rasa tidak aman, bahkan sampai depresi bisa menyerang. Gimana mau fokus kerja kalau kepala terus-terusan mikirin cicilan, tagihan, atau kapan bisa bayar sewa? Kedua, hubungan sosial dan asmara juga bisa kena imbas. Nggak jarang, percekcokan dengan pasangan terjadi karena masalah uang. Atau kita jadi minder untuk hangout bareng teman karena dompet lagi tipis. Ini bisa memicu isolasi diri dan rasa kesepian. Ketiga, produktivitas kerja juga bisa menurun. Pikiran kita terpecah, sulit konsentrasi, dan akhirnya kinerja pun tidak optimal. Sebuah lingkaran setan yang sulit diputus.
Mencari "Jalan Keluar": Antara Realitas dan Harapan
Lantas, apakah kita harus pasrah dan menyerah begitu saja? Tentu saja tidak! Generasi muda dikenal sebagai generasi yang adaptif dan punya segudang ide. Banyak dari kita yang mulai "putar otak" mencari jalan keluar. Pertama, banyak yang mulai menekuni "side hustle" atau pekerjaan sampingan. Dari jadi freelancer, jualan online, content creator, sampai jasa titip. Apapun yang bisa menghasilkan "cuan" tambahan. Kedua, pentingnya literasi finansial. Banyak yang mulai rajin ngulik cara investasi, budgeting, atau menabung secara disiplin. Aplikasi keuangan digital pun jadi teman setia. Belajar membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan, serta membuat skala prioritas, adalah kunci. Ketiga, dan ini yang kadang sulit, adalah berani mengambil keputusan yang kurang populer. Misalnya, menunda membeli barang-barang konsumtif, memilih transportasi umum, atau memasak sendiri. Mungkin tidak sekeren teman-teman di medsos, tapi setidaknya kantong lebih aman. Namun, kita juga harus jujur. Masalah kecemasan finansial generasi muda ini bukan hanya tanggung jawab individu. Ini adalah isu sistemik yang juga butuh perhatian dari pemerintah dan korporasi. Ketersediaan lapangan kerja yang layak, upah yang sesuai dengan inflasi, serta edukasi finansial yang masif sejak dini, juga menjadi PR kita bersama. Pada akhirnya, kecemasan finansial ini adalah tantangan besar bagi generasi kita. Tapi justru dari tantangan inilah kita belajar beradaptasi, menjadi lebih kreatif, dan lebih mandiri. Mari kita saling mendukung, berbagi tips dan trik, dan tidak ragu untuk berbicara tentang masalah ini. Karena, kita semua tahu, kita tidak sendirian dalam menghadapi kegalauan dompet yang merana di tengah biaya hidup yang semakin tak terduga ini. Semangat, kawan-kawan! Semoga cuan selalu datang menghampiri.
Next News

Kurs Rupiah Stagnan di Rp 16.751 per Dolar AS di Pembukaan Hari Ini
in 44 minutes

IHSG Dibuka Menguat 22,43 Poin, Investor Antisipasi Keputusan BI-Rate
in 14 minutes

Harga Emas PT Aneka Tambang Tbk Naik Rp 21.000, Kini Rp 2,343 Juta per Gram
16 minutes ago

Harga Bawang Merah Tembus Rp 37.900 per Kg, Ini Daftar Harga Pangan Lainnya
an hour ago

IHSG Berpotensi Bergerak Mendatar Seiring Ekspektasi BI Tahan Suku Bunga
a day ago

Rupiah Kehilangan Tenaga: Melemah di Tengah Sentimen Risk-Off
a day ago

Pemerintah Putuskan Tarif Listrik Tak Ada Kenaikan!
a day ago

Harga Antam Emas Hari Ini Naik Tipis ke Rp2.351.000/Gram
2 days ago

Harga Bawang Merah & Cabai Rawit Naik: Awal Pekan, Rp42.600–43.600 per kg
2 days ago

Rezeki Melimpah dari Hobi Main Game
2 days ago






