Ceritra
Ceritra Update

IPhone 17 Rilis: Gen Z Fomo Jadi Paling Boros

Chindy - Friday, 31 October 2025 | 03:00 PM

Background
IPhone 17 Rilis: Gen Z Fomo Jadi Paling Boros

Peluncuran iPhone 17 bukan cuma bikin antrean di mal, tapi juga bikin statistik ekonomi berguncang. Dalam waktu kurang dari dua bulan, porsi belanja warga RI untuk handphone meroket tajam terutama di kalangan Gen Z yang disebut “paling royal” di layar dan di dompet. Tapi di balik euforia itu, ada tanda-tanda konsumsi digital yang makin impulsif.


Laporan terbaru dari Mandiri Institute mencatat bahwa porsi pengeluaran masyarakat Indonesia untuk kategori handphone naik signifikan menjadi 7,8 persen dari total belanja pada Oktober 2025. Angka ini meningkat tajam dibandingkan awal tahun yang hanya sekitar 3,9 persen. Lonjakan ini menunjukkan betapa kuatnya dorongan masyarakat terhadap kebutuhan digital, terutama setelah peluncuran iPhone 17 yang dirilis pada 17 Oktober 2025.


Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan berpendapatan tinggi. Justru kelompok ekonomi bawah mencatat kenaikan paling drastis, dengan porsi belanja handphone meningkat dari 3,5 persen menjadi 12,9 persen dalam kurun 22 bulan terakhir. Kondisi ini menggambarkan bahwa ponsel kini tidak lagi dianggap sebagai barang mewah, melainkan kebutuhan dasar untuk terhubung dengan dunia digital. Dalam laporan yang sama, analis Mandiri Institute menyebut, transformasi ini menandakan pergeseran perilaku konsumsi masyarakat menuju ekonomi berbasis teknologi.


Generasi Z dan milenial menjadi motor penggerak utama lonjakan ini. Data menunjukkan bahwa belanja ponsel oleh Gen Z naik hingga 151 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara milenial meningkat 91 persen. Dua kelompok usia ini dikenal sangat terhubung dengan dunia digital, menjadikan ponsel bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sarana kerja, belajar, hiburan, hingga pencitraan diri. Kebutuhan akan performa tinggi, kamera canggih, dan status sosial melalui merek ponsel tertentu menjadikan mereka segmen pasar paling agresif di industri gadget.


Namun, di balik euforia belanja ini, muncul kekhawatiran mengenai potensi konsumsi berlebihan. Banyak anak muda yang rela mengambil cicilan panjang atau mengorbankan kebutuhan lain demi memiliki ponsel keluaran terbaru. Para ekonom menilai fenomena ini bisa berisiko terhadap stabilitas keuangan pribadi, terutama jika tidak diimbangi dengan kesadaran finansial dan literasi digital yang memadai. Gadget seharusnya menjadi sarana produktivitas dan konektivitas, bukan sumber tekanan ekonomi baru.


Di sisi sosial, peningkatan kepemilikan ponsel juga berpengaruh pada gaya hidup masyarakat. Akses digital semakin mudah, tetapi bersamaan dengan itu muncul tekanan untuk selalu mengikuti tren. Media sosial memperkuat dorongan untuk tampil “up to date”, menjadikan kepemilikan perangkat terbaru sebagai simbol status. Fenomena ini menciptakan lingkaran konsumsi yang sulit diputus, di mana keinginan untuk terlihat modern sering kali menutupi kebutuhan sebenarnya.


Lonjakan belanja ponsel ini mencerminkan kemajuan ekonomi digital Indonesia, tetapi juga menjadi cermin perilaku konsumsi baru yang sarat dengan tantangan. Dalam dunia yang serba cepat dan terhubung, kemampuan menahan diri menjadi bentuk kedewasaan baru. Teknologi memang membuka peluang besar, namun tanpa kesadaran, ia bisa menjadi jebakan halus yang membuat kita bekerja lebih keras hanya demi mengikuti tren. Bijak dalam berbelanja bukan berarti menolak kemajuan, melainkan memastikan bahwa kemajuan itu benar-benar membuat hidup lebih baik, bukan sekadar terlihat lebih mewah.

Logo Radio
🔴 Radio Live